Tuesday, February 20, 2018

Kisah Kasih di Gandoang #Day2

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Hari kedua, ya ... Nggak ada yang bisa di-highlight buat jadi pengalaman spesial sebenarnya (parah padahal hari ini materinya siskeudes--sistem keuangan desa--malah ngomong gitu ish). Sebenernya hari ini banyak dapat materi, kok, bahkan nggak sampai membahas masalah pajak dan kerja bendahara desa. Tapi kan pengalaman kehidupan yang bisa dipelajari lebih penting dari materi ... ya, kan?

Nah, jadi seharian kami menghabiskan waktu di kantor, berbincang-bincang sama bapak sekretaris desa (sekdes) seputar siskeudes. Alhamdulillah, desa Gandoang sendiri sudah menerapkan siskeudes. Terlihat dari laporan pembukuannya menggunakan hasil print out dari sistem buatan BPKP itu. Mungkin salah satu kendalanya adalah pihak KPP meminta desa untuk membayar dan melaporkan pajak langsung ke KPP atau menggunakan e-filling, sehingga di siskeudes lampiran pajaknya diisi 0 rupiah, selanjutnya bendahara melapor dan menyetorkan pajak menggunakan SSP (Surat Setoran Pajak) ke KPP. Sayangnya pihak desa sendiri masih belum paham benar bagaimana cara menggunakan e-filling sehingga masih menggunakan sistem manual. Penulis cukup membingungkan hal ini, mengapa KPP tidak membiarkan desa mengisi di siskeudes saja biar lebih simpel dan bendahara jadi tidak perlu bekerja dua kali?











Kemudian kami juga menemukan cukup banyak masalah pajak di desa ini, yang intinya pemahaman soal pajak belum benar-benar mendalam bagi masyarakat sekitar. Kesadaran akan pentingnya pajak belum tumbuh, sehingga masih banyak yang tidak membayar pajak. Ini adalah salah satu dilema desa. Kasus yang paling sering terjadi adalah desa menyewa jasa fotokopi sebesar 1 juta, menurut undang-undang pemberi jasa fotokopi ini dikenakan pajak atas nilai 1 juta itu, namun pada kenyataannya yang membayar pajak itu adalah desa, bukan si pemberi jasa. Sehingga ia tetap menerima nilai 1 juta bulat tanpa dipotong pajak. Membayar pajak adalah kewajiban, namun di sisi lain perangkat desa juga ingin mendobrak pendapatan desa.

Kemudian kami makan siang di Metropolitan Mall :v biasanya sarapan nasi uduk berenam plus roti dan gorengan tiap pagi biayanya tidak sampai 40.000. Sekali makan di mall kami langsung habis 243.100 :v dan fakta uniknya pengemudi Grab kami saat berangkat dan pulang sama. Dari sini kami mendapat informasi dari pak supir bahwa hal ini sebenarnya tidak boleh, karena akan ada kecurigaan bahwa kami berlangganan. Pihak perusahaan akan mengecek hal seperti ini dan bisa terjadi hal yang tidak diinginkan mengingat berlangganan dalam ojek online adalah hal yang dilarang. Beliau juga menambahkan bahwa tarif berubah-ubah tergantung kondisi cuaca dan tingkat kemacetan. Biaya dari daerah yang lebih ramai ke daerah sepi lebih mahal dibanding daerah sepi ke daerah mahal. Makanya kadang kalo dari kos ke BP biayanya lebih murah daripada saat pulangnya :v


Tidak ada foto di Metropolitan Mall. Bener-bener cuma numpang makan :(

Ada pengalaman yang menggelitik ketika penulis sholat maghrib. Penulis tidak membawa sajadah, dan seluruh jamaah perempuan membawa sajadah karena sholatnya di lantai. Entah karena penulis yang nggak bawa sajadah atau penulis kelihatan seperti orang asing, selama sholat ada seorang anak di serong depan penulis terus-terusan memelototi penulis. Dia sholat hadap depan, tapi wajahnya mengahadap ke belakang. Bahkan ketika ruku', sujud, duduk diantara dua sujud dia masih memandangi penulis. Satu raka'at selesai, seorang teman menghampirinya dan entah apa yang dikatakannya, setelah itu ia tak melihat penulis lagi. Akhirnya saat sholat isya' penulis meminjam sajadah teman penulis, antisipasi.

Malamnya kami makan di sebuah warung lalapan diramaikan oleh kucing-kucing yang kelaparan. Sebelum tidur, kami berlima bermain kartu mulai dari poker, remi, minuman, sampai 24. Hukuman bagi yang kalah dicoret dengan bedak. Emang kalau ada acara kumpul-kumpul begitu, bedak bayi tak boleh ketinggalan :v (tapi penulis gak ikutan, cuma ikut yang minuman dan penulis nggak bakal kalah wkwkw. Hukuman berbedak baru berlaku saat permainan 24.


Korban kekerasan

#DesakuBisa
#PKNSTANMengabdi
#PKNSTANGoesToVillage

No comments:

Post a Comment

About Me

PeketoWritan

Peketo hanyalah nama julukan yang diberikan teman-teman penulis sejak kecil dan akhirnya ia gunakan sebagai nama pena. Kelahiran Malang dan tidak betah panas. Sangat menyukai lemon dan warna kuning. Suka menggambar, membaca novel dan buku pengetahuan umum, serta menulis cerita. Rutinitasnya membaca Webtoon tiap jam sepuluh malam.




Recent Posts

recentposts

Random Posts

randomposts