Thursday, May 31, 2018

Resensi Buku: Egosentris

Judul buku: Egosentris
Penulis: Syahid Muhammad
Penerbit: Gradien Mediatama
Cetakan Pertama, Maret 2018
372 halaman; 13 x 19 cm

Blurb

"Pada bait ke sekian, diksi-diksi yang berbaris,
kehilangan arah setelah koma yang berkepanjangan.
Mereka baru menyadari bahwa dirinya
hanyalah potongan tanya utusan Penyair Agung.
Yang saling mencari penjelasan, saling mengartikan maknanya sendiri.
Kemudian tetap menjadi tanya, tetap mencari, dan menemukan."

Untuk yang ketakutan dan bersembunyi.
Untuk yang dibedakan dan diasingkan.

Tegak dan hiduplah.

---

Jarang-jarang saya punya keinginan baca novel romance. Saya tertarik membeli buku ini setelah membaca beberapa review dari akun instagram @saturness dan alhasil jadi tergoda (sebenarnya sejak follow akun tersebut, nafsu saya untuk membeli buku malah jadi semakin menggebu-gebu XD). Jarang-jarang pula saya beli cetakan pertama (bahkan ini baru sekitar 2 bulan yang lalu dirilis) kalau bukan buku penulis favorit saya. Saya harap-harap cemas, semoga saja isi bukunya tidak merugikan dompet saya.

Buku ini bercerita tentang tiga orang sahabat dengan karakter yang amat berbeda. Fatih, pria yang tumbuh besar di tengah kesulitan, ia selalu mengungkapkan isi kepalanya secara gamblang tak peduli bagaimana orang-orang akan menilainya. Fana, anak perempuan tunggal yang hidupnya begitu terstruktur sesuai arahan orang tuanya, bahkan untuk hal sepele sekalipun seperti memilih baju yang akan digunakan untuk keluar. Dan Saka, seorang pria yang populer tak hanya karena ketampanannya namun juga keramahannya yang tentunya sering membuat banyak wanita berharap lebih padanya. Ketiganya adalah mahasiswa psikologi yang belajar di suatu universitas di Bandung.

Fatih tak disukai oleh teman sekelasnya, kadang Fana dan Saka juga mengeluhkan sikap Fatih yang sedikit berlebihan. Fatih tak tahan melihat bagaimana orang-orang dengan begitu mudahnya mengomentari bahkan nyinyir tentang kehidupan orang lain. Membuka media sosial dan melihat apa yang ada di dalamnya membuatnya muak. Ia memikirkan segala sesuatunya terlalu berat, membuat sifatnya juga mudah berubah-ubah; kadang suka bercanda, lalu beberapa detik berikutnya tak ingin dibantah, lalu berganti menjadi tak ingin diganggu.

Berkebalikan dengan kepribadian Saka yang easy going, hidup susah, jangan terlalu diambil pusing. Namun di balik sikap santainya, Saka tidak terlalu akur dengan keluarganya semenjak ayahnya meninggal. Ibunya tinggal di rumah bersama adik-adiknya, dan jika ia pulang, tak jarang ia akan memarahi adiknya.

Ayah dan ibu Fana adalah psikolog dan menuntut Fana untuk mengikuti jejak mereka. Fana sendiri adalah penengah bagi Fatih yang kaku dan Saka yang lembek. Fatih sangat terbuka pada Fana, bahkan melebihi pada Viona, pacarnya sendiri. Fana pun senang karena Fatih menaruh kepercayaan yang besar padanya, meskipun diam-diam ia menyimpan rasa yang lebih pada Fatih. Saka mengetahui hal itu dan berusaha mendekatkan Fana pada Fatih, namun Fana tak mau. Ini lebih dari cukup asal ada Fatih di sampingnya.

....

Sebenarnya saya bingung bagaimana menceritakan sekilas bukunya. Karena konfliknya banyak sekali dan tidak jelas mana yang jadi konflik utamanya. Bukannya saya tidak suka tipe buku yang seperti ini, justru sebaliknya. Waktu saya berbincang dengan editor suatu penerbit mayor, beliau bilang, "cerita kamu harus mempunyai tujuan, dari awal hingga akhir. Misalnya, The Chronicles of Audy, dari awal hingga akhir cerita tujuannya tetap, yaitu Audy menulis skripsi dan bisa lulus." Nah, setelah baca buku, ini, saya malah jadi bingung karena tidak tahu tujuan yang dimiliki si tokoh. Tapi kalau sudah baca sinopsis secupliknya, kira-kira sudah dapatlah ya gambaran besar isi buku ini.

Untuk saya, buku ini sangat menarik. Karena mengangkat masalah-masalah yang banyak terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Pertama, yang dihadapi milenial sekarang, misalnya bagaimana Fatih selalu mengeluhkan komentar-komentar netizen di berita atau postingan sosial media, atau Saka yang berdebat dengan pacarnya hanya karena Saka enggan mengunggah foto mereka berdua, karena menurutnya itu adalah hal yang tidak perlu. Betapa sosial media mempunyai pengaruh begitu besar di zaman sekarang karena banyak orang yang menggunakannya, sehingga permasalahan dalam hidup manusia tidak hanya di dunia nyata saja tapi juga sosial media.

Kedua, tentang persahabatan. Di sini saya benar-benar melihat apa itu sahabat sejati lewat Fatih, Fana, dan Saka. Mereka sering, terlampau sering bertengkar karena menyuarakan pikiran satu sama lain (sampai saya yang baca jadi gemas karena mereka sering adu mulut). Namun pertengkaran tak membuat mereka jadi runtuh, justru semakin kuat karena mereka akan memaafkan, bangkit lagi bersama, berbagi masalah dan mencari solusinya. Fatih yang terlalu banyak pikiran, Saka yang terlalu santai, dan Fana yang harus pusing mengatasi kedua sahabatnya. Betapa saya sangat iri pada persahabatan mereka bertiga TT

Ketiga, tentang keluarga. Keluarga masing-masing punya problem yang tidak sama. Ibu Fatih yang sudah janda, tak bisa lepas begitu mudah dari kosmetik. Saka juga telah kehilangan ayahnya meskipun tak stragis kisah Fatih, membuatnya hobi adu mulut dengan adik tertuanya, Sinar, karena tak becus merawat rumah selama dirinya tidak ada. Ibu Saka lelah melerai mereka berdua. Fana dengan orang tuanya yang penuh tuntutan, membuat Fana tak memiliki ruang untuk menyuarakan keinginannya. Dan lagi-lagi saya salut pada mereka karena tetap bersama termasuk dalam mencari solusi. Kecuali Saka sepertinya, karena ia tak begitu sering membahas keluarganya pada Fatih dan Fana.

Keempat, tentang psikologi(?) manusia. Fatih yang memiliki semacam gangguan kejiwaan (tapi sayang sekali saya lupa disebutkan di halaman berapa, baca sendiri ya wkwkwk). Begitu pula ibu Fatih yang bisnis kosmetiknya bangkrut, namun masih susah move on yang selanjutnya akan membawa masalah yang lebih besar. Aaah pokoknya kalau bahas kepribadian tokoh-tokoh buku ini menarik banget! Nggak habis-habis kalau saya harus menuliskannya di sini. Jadi kalian harus baca, ya. Nggak rugi, kok. Pelajarannya berharga banget. Daripada novel romance, menurut saya ini genre-nya drama karena percintaannya nggak terlalu kentara, tapi itu yang saya suka. Bukan romance yang menye-menye.

"Heh, elu pikir orang pacaran bakal terus sampe nikah? Ya, kalo udah nggak bisa bareng lagi gimana? Kita harus cukup dewasa buat paham. Daripada bersama saling nyakitin mending pisah. Meski sakit tapi akan saling membaikkan," balasku percaya diri.

"Kalo tahu pacaran lu nggak sampe nikah, ngapain pacaran? Nambah-nambah daftar orang yang lu sakitin aja," sindir Fatih lagi.
Ini salah satu contoh perdebatan antara Fatih dan Saka. Fatih ngeselin, kan? Tapi bener wkwk. Kelihatan juga si Saka terlalu santai. Btw, buku ini bukan sudut pandang orang pertama dengan tokoh utama Saka, kok. 75% sudut pandang orang ketiga, sisanya orang pertama tapi dengan tokoh yang berbeda-beda, tergantung bab-nya.

Egosentris adalah buku yang berhasil buat saya menangis. Nggak sesenggukan, tapi cukup menitikkan air mata. Andai saya benar-benar mendengar rekaman suara Fatih .... sepertinya saya bakal nangis sesenggukan. Padahal dulu saat booming buku "Surat Kecil untuk Tuhan" yang katanya bikin air mata bercucuran, saya heran sendiri kenapa saya nggak nangis bacanya.

Syahid Muhammad menuliskan puisi-puisi singkat di setiap awal dan akhir bab. Jadi untuk kalian penggemar novel sekaligus puisi, mungkin buku ini bakalan lebih nge-feel lagi kalau kalian yang baca. Salah satu puisi yang saya sukai:
Keluh kesah ialah jelmaan resah.
Yang bingung mencari arah,
untuk sekedar berserah.

Tak muda menjadi yang terpilih.
Untuk sekedar mendengar dan mengerti.

Tentang ketakutan,
tentang kesepian,
tentang kerapuhan.
Tak mudah juga, menyimpan semua itu seorang diri.

Jadi mana yang baik, mendengar atau didengar?
Atau mungkin, menemukan makna diantaranya adalah hal terbaik?
Akhir kata, saya sangat merekomendasikan kalian untuk membaca buku ini di waktu luang. Karena pelajaran di dalamnya berharga banget. Selamat membaca!

2 comments:

  1. Yass kak, really agree with your steatment. W pun ga tau kenapa bang iid tiba-tiba jadi penulis favorit w setelah ia menulis novel ini. Padahal 'hampir' kecewa pas beli karna tau-taunya genre romance, tapi pas dibaca ampe larut eh ternyata w ikut terbawa arus. Btw makasi udh menulis ini bang, ini jd referens yg pas buat tugas ttng referensi novel, sengaja ambil novel egosentris supaya temen-temen yang lain pada tau juga cerita ini-semenarik apa ampe kadang bikin bulu kuduk w berdiri wkkw. Sukses nulis ya bang! jan lupa baca 'paradigma' juga karyanya bang iid :))

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya aku baru baca satu novelnya langsung suka :") dan sekarang sedang menabung karena dari kemarin-kemarin mau beli Paradigma belum keturutan. Katanya itu juga keren banget :"))))

      Mantap emang novel kayak gini tuh harus disebarluaskan, boleh juga dibuat bahan tugas wkwkkw

      Delete

About Me

PeketoWritan

Peketo hanyalah nama julukan yang diberikan teman-teman penulis sejak kecil dan akhirnya ia gunakan sebagai nama pena. Kelahiran Malang dan tidak betah panas. Sangat menyukai lemon dan warna kuning. Suka menggambar, membaca novel dan buku pengetahuan umum, serta menulis cerita. Rutinitasnya membaca Webtoon tiap jam sepuluh malam.




Recent Posts

recentposts

Random Posts

randomposts