Judul buku: Paradigma
Penulis: Syahid Muhammad
Penerbit: Gradien Mediatama
Cetakan Pertama, September 2018
316 Halaman; 13 cm x 19 cm
Blurb
Kita adalah benang-benang pesan yang kusut tafsiran.
Sekali terurai, malaikat dan setan ikut terselubung.
Menjadi pengacau antara akal dan kelakar.
Di antara kuasa-Nya, kita hanya percikan kekacauan,
memohon peran untuk perang,
yang berdoa dalam dosa.
---
Sejak buku ini terbit, saya sangat tidak sabar untuk segera membelinya. Sayangnya, saya waktu itu belum punya uang jadi Paradigma hanya tersimpan dalam wishlist saja. Akhirnya saat ada pameran buku, saya memutuskan untuk membeli buku ini dengan uang tabungan saya. Saya berekspektasi cukup tinggi apalagi setelah membaca Egosentris, karena saya membuat penilaian yang cukup tinggi untuk novel tersebut.
Paradigma adalah novel yang berdiri sendiri, bukan sekuel dari Egosentris. Namun Syahid Muhammad menghadirkan 'bintang tamu' dari novel tersebut. Seperti Ilana Tan menghadirkan kembali tokoh-tokohnya di Summer in Seoul, Winter in Tokyo, Autumn in Paris, dan Spring in London. Ayo coba tebak siapa yang muncul? (ᇴ‿ฺᇴ)
Rana, seorang mahasiswa yang memiliki hobi melukis, adalah tokoh utama cerita ini. Dia memiliki pemikiran yang dalam dan rasional namun sikapnya yang cenderung lembut sebagai seorang pria membuatnya ia sering dikira gay. Padahal Rana sendiri telah memiliki pacar, Ola, namun orang-orang melihat hubungan mereka tidak begitu baik sehingga dugaan tersebut semakin kuat.
Walaupun telah memiliki pacar, Rana memiliki teman dekat─yang sebenarnya cenderung terlalu dekat─bernama Anya. Anya suka menulis puisi. Mereka sering bertemu untuk saling menceritakan makna dari lukisan atau puisi yang mereka buat. Hal ini membuat Ola semakin cemburu karena Rana tak pernah membahas hal-hal seperti itu dengannya. Anya sendiri diam-diam memendam perasaan pada Rana, walaupun ia tahu ia tidak boleh berharap lebih karena saat ini Rana terikat status dengan Ola.
Selain Anya, Rana juga memiliki satu-satunya sahabat lelaki bernama Aldo. Tidak banyak teman pria yang tahan dengan sikap dan pemikiran Rana. Rana selalu membalas curhat dan keluhan Aldo terkait pacarnya, Karina, dengan kata-kata yang pedas namun masuk akal. Rana menilai Aldo terlalu merelakan dirinya untuk diperbudak oleh Karina tidak peduli meskipun kekasihnya itu banyak mengeluhnya. Akibat kedekatan Aldo dan Rana ini, orang sering salah menafsirkan bahwa mereka sebenarnya lebih dari sekedar sahabat, apalagi jika melihat perlakukan Rana terhadap Ola.
Ola sendiri semakin lama semakin tidak tahan atas sikap Rana. Berkali-kali ia menuntut Rana agar menjadi pacar seperti yang dia inginkan. Baginya, Rana terlalu pendiam dan cuek sehingga kadang-kadang sikapnya tidak mudah dimengerti. Pun banyak tekanan yang mendorong tumbuhnya pikiran bahwa ia hanya bertepuk sebelah tangan dengan Rana. Isu pacarnya itu adalah gay, kedekatannya dengan Anya yang melebihi kedekatan dirinya dengan Rana, Rana yang selalu menolak jika ia ingin bertemu dengan orang tuanya, serta dukungan dari teman-temannya yang menganggap Rana itu aneh, membuat hubungannya dengan Rana semakin renggang.
Suatu ketika, Anya mengajak Rana untuk bertemu dengan sahabat lamanya, Felma, yang berkuliah di UGM (Rana dkk berkuliah di Bandung). Dan pertemuan itu adalah awal yang mengubah segalanya.
Pasti pada mikir ceritanya bakal agak-agak menjerumus ke LGBT gitu, kan? Saya juga awalnya mikir gitu tapi ternyata TIDAK SEMUDAH ITU FERGUSO :)
Sebenarnya dilihat-lihat, cara berpikir Rana ini mengingatkan saya pada sosok Fatih. Bedanya Fatih cenderung lebih ekstrem (meskipun pada dasarnya sih sama saja). Dan Rana memiliki sikap yang lembut yang membuatnya lebih banyak dikelilingi oleh teman-teman perempuan dibanding laki-laki.
Yang saya suka dari Paradigma pertama adalah desain sampulnya. Cover yang masih hitam pekat dengan detail lingkaran di tengah berupa ombak dan bulan sabit kecil yang diposisikan terbalik. Awalnya saya tidak cukup detail memperhatikan sampai saya menyadari ada ilustrasi manusia kecil yang karena ombaknya dipasang jungkir balik, ia terjatuh menuju bulan. Penuh arti dan penuh teori. Tapi karena saya orangnya males mikir yang ribet-ribet, saya sekadar menikmatinya saja tanpa ambil pusing.
Kedua, karena jalan ceritanya lebih jelas dari Egosentris. Paradigma benar-benar berfokus pada Rana, sedangkan di Egosentris ceritanya terbagi menjadi tiga, walaupun kebanyakan masih berpusat di Fatih. Semua tokoh di Paradigma memiliki masalah masing-masing, namun pada akhirnya yang jadi masalah utama adalah milik Rana. Dan yah sama si itu sih soalnya berkaitan, kan wkwkwk.
Ketiga, tidak tanggung-tanggung, Syahid Muhammad membahas tiga penyakit mental di novel ini. Sayangnya kalau saya tulis di sini, nanti bakal langsung ketahuan dong jalan ceritanya bagaimana. Jadi mending kalian baca aja langsung daripada penasaran. Yang jelas, gara-gara satu dari tiga penyakit mental ini, novel yang harusnya bergenre romance ini tiba-tiba berputar 180 derajat menjadi novel misteri semi horor. (ʘ言ʘ╬)
Baca juga "Resensi Buku: BH"
Keempat, banyakkkkkk banget kalimat-kalimat yang menurut saya related af sama kehidupan zaman sekarang. Khas novel Syahid Muhammad bangetlah. Kayak semuanya bisa dijadiin quote gitu. Mana saya kalo baca novel terus nemu kutipan yang bagus gitu, suka saya garis bawahi jadi Paradigma ini penuh dengan coretan pensil saya. 。。゛(ノ><)ノ Berikut salah satu dari ratusan kalimat/dialog yang menjadi favorit saya.
"Kelakuan orang-orang yang takut kehilangan cuma bikin mereka benar-benar kehilangan," katanya singkat yang membuatku justru tertegun.
"Apa yang salah dengan perasaan takut kehilangan? Menurutku itu normal. Rasa sayang dan takut kehilangan itu satu kesatuan."
"Defensif basi," tukasnya dingin. "Buatku, satu-satunya yang bisa kulakukan kalau takut kehilangan seseorang, adalah dengan berusaha menjadi pantas untuk tidak ditinggalkan."
Emang mantep banget si Rana ini pemirsa. Saya juga kagum sambil geleng-geleng kepala. Ada lagi nih. Rasanya nggak cukup kalau dari sekian banyaknya yang saya cantumin cuma satu.
Di mata Pak Sobar, macam-macam penyakit jiwa hanyalah teori-teori lain dari kelalaian manusia yang terlalu lama meninggalkan Tuhannya.
Saya masih nggak yakin teori ini benar apa salah. Yang jelas, nge-judge mereka yang punya penyakit mental dengan kalimat-kalimat "coba dilihat ngajinya", "coba tengok sholatnya", "dia mah emang jarang ibadah, makanya hatinya nggak tenang" adalah suatu hal yang KELIRU BESAR. Emang tekanan hidup sekarang yang makin besar, dan mungkin juga memang mentalnya yang lemah, bukan semata-mata seberapa banyak pahala yang sudah dikumpulkan.
Cuma yang saya bingung ternyata ada satu tokoh yang saya rasa nggak muncul sampai akhir. Nasib si Karina itu bagaimana, ya? Apakah cukup begitu saja? Memperbudak Aldo? Atau masih ada kelanjutannya?
Oiya, berhubung di setiap bab-bab novelnya Syahid Muhammad selalu menyisipkan puisi-puisi pendek, tentu saja tidak afdhol rasanya kalau saya tidak mencantumkan puisi favorit saya.
Tak ada yang punya kuasa memilihUntuk menjadi yang terpilihTuhan dan ajudannyaDan setan dan malaikatnyaMembercandai manusiaUntuk bersaksi atas apapunYang tidak diinginkan
Kalau saya pribadi sih, saya masih prefer Egosentris hehe soalnya saya kurang sreg sama ending-nya Paradigma. Tapi secara keseluruhan, kalau kalian menikmati Egosentris, nggak bakal nyesel kalau beli Paradigma juga. Saya jamin, deh.
Sepertinya setelah ini saya harus menabung untuk membeli Kala dan Amor Fati. ╮(╯_╰)╭ Atau ada yang mau beliin? Hehehehehe.
IH KZL DEH KAN GUE JADI PEN BACA JUGA :(( kepo bgtbgt nihhh waktu itu baca reviewnya egosentris ga terlalu tertarik tapi kok sekarang.....☹ mana wishlist buku tuh nambah iya dibeli kaga. Yahh doain deh 2019 ga pelit beli buku wakakak
ReplyDeleteJangan pelitlahhh dan lu harus baca buku-bukunya Syahid Muhammad!! Kalo kita deket mah pasti udah gue pinjemin wokwo
DeleteGue juga udah baca, sumpah seruuu.
ReplyDeleteNovel ttg mental illnes yg sgt menyinggung perihal kemanusiaan, 😍 jd pingin analisis buat skripsi nanti 😀