Monday, April 18, 2016

Digaji Pahala

Terpujilah wahai Engkau Ibu Bapak guru
Namamu akan selalu hidup dalam sanubariku
Semua baktimu akan kuukir di dalam hatiku
Sebagai prasasti terima kasihku 'tuk pengabdianmu
Engkau sebagai pelita dalam kegelapan
Engkau laksana embun penyejuk dalam kehausan
Engkau patriot pahlawan bangsa
Tanpa tanda jasa

Hm, apa ini?

Data penghasilan orang tua?

Ugh, mana aku tahu. Aku harus menanyakannya dulu. Batal sudah niatku untuk menyelesaikan pendaftaran perguruan tinggi hari ini.

Kuambil handphoneku untuk menghubungi ayahku. Ayahku ada di kota yang jauh di sana, rumah tempatku tinggal. Aku tidak. Aku merantau ke kota lain demi mencari sejumput ilmu, sebanyak mungkin. Dan ini tahun terakhirku. Aku akan melanjutkan pendidikanku ke universitas. Karena itulah aku mau bersusah payah melakukan pendaftaran ke perguruan tinggi impianku.

Niatku memang hanya bertanya berapa tepatnya nominal penghasilan kedua orang tuaku.

Nyatanya, aku mendapat pelajaran yang amat berharga.

"Assalamualaikum. Ayah, aku mau tanya."
"Tanya apa?"
"Ini di data pendaftaran nanyain penghasilan orang tua. Penghasilan Ayah berapa, ya?"
"Hm ... kalau ada yang 5 juta ke atas, pilih yang itu saja."
"Kok aku berasa mau belanja, ya?"
"Hahahaha, gaji Ayah memang segitu, lima juta lebih sedikit."
"Oke. Kalau Ibu?"
"Maksudnya mau bicara dengan Ibu?"
"Bukan. Penghasilan Ibu?"
"Ibu dapat penghasilan dari mana?"

Lho?

"Ibu, kan, guru ngaji, Yah."
"Iya, betul."
"Gajinya?"
"Ya udah, gajinya pahala dari Allah, Dek."

Aku terkesiap. Jantungku mencelus mendengarnya. Ada rasa yang aneh di hatiku. Bingung, sekaligus terharu mendengar perkataan Ayah. Guru ngaji digaji pahala. Bodohnya aku. Kenapa aku tidak kepikiran?

Tapi masih ada yang membuatku penasaran.

"Jadi selama ini anak sebanyak itu ngaji tanpa bayar ke Ibu?"
"Iya."
"Tapi pas mereka daftar mereka dapat seragam. Ibu dapat uang dari mana untuk bikin seragam sebanyak itu?"
"Ya, rezeki ngalir lancar ke Ibu. Kalau buat kebaikan pasti ada saja jalan, kan?"

Subhanallah ...

"Tapi Ibu juga guru TK, Yah."
"Lantas?"
"Gajinya berapa?"
"Ya nggak digaji, Dek."
"Lho, masa' nggak digaji? Kan, guru TK!"
"Ya digaji, sih. Tapi masa' kamu mau sebut uang seratus ribu sebagai gaji?"

Aku terpaku sekarang. Pelan-pelan cairan bening mengalir dari mataku. Ibu. Ibu. Jadi selama ini Ibu ...

Ibu yang tak pernah lelah mengurus keluarganya setiap waktu. Ibu yang begitu penyayang pada murid-muridnya. Ibu yang selalu mengajar dengan penuh semangat. Ibu yang berangkat ke TK di pagi hari dan TPA di siang sampai sore hari. Ibu yang tak kenal lelah itu. Ibu yang tak pernah dibayar itu. Ibuku.

Subhanallah ...

"Oh, itu Ibu baru datang dari pasar. Mau bicara sama Ibu, Dek?"
"Besok aja, Yah. Salam buat Ibu."

Kututup sambungan telepon itu dan menikmati tangisanku. Meringkuk memikirkan banyak hal. Mengoreksi banyak kekurangan diriku.


Semoga aku bisa sehebat engkau, Ibu.

No comments:

Post a Comment

About Me

PeketoWritan

Peketo hanyalah nama julukan yang diberikan teman-teman penulis sejak kecil dan akhirnya ia gunakan sebagai nama pena. Kelahiran Malang dan tidak betah panas. Sangat menyukai lemon dan warna kuning. Suka menggambar, membaca novel dan buku pengetahuan umum, serta menulis cerita. Rutinitasnya membaca Webtoon tiap jam sepuluh malam.




Recent Posts

recentposts

Random Posts

randomposts