Saturday, April 18, 2015

Journey to Monas: Sebuah Pelajaran Kesabaran

Libur UN. Seminggu pula. Belum greget kalo nggak jalan-jalan sama 'anak rantau' alias anak yang pada nggak pulang pas libur UN. Berhubung rumahnya pada jauh. Setelah melalui perundingan yang setara dengan Konferensi Meja Bundar, kami memutuskan akan berwisata (ekhem) ke Monumen Nasional.

Anak rantau pergi ke Monas

Jarang-jarang pemirsa, kita bisa jalan-jalan ke Monas. Tapi begitu tiba hujan mengguyur kami. Sebetulnya diliat dari sisi manapun ini jelas merugikan. Udah jauh-jauh dateng ke sini eh hujan nggak bawa payung pula (beberapa sih). Tapi ternyata hujan itu membawa berkah karena berhasil menutupi panasnya Jakarta. Jadi kami menghabiskan waktu di Monas tanpa kepanasan, yohoho~

Sepulang dari Monas, kita melanjutkan perjalanan yaitu makan siang di Stasiun Gambir. Kebetulan sekali di situ ada bank. Dan kebetulannya lagi aku emang nyari bank, bukan nyari ATM, tapi bank. Sambil ngantri mesen makanan aku ke bank. Seperti biasa kita pasti disamut pak satpam yang ramah.
"Mau transaksi apa?" tanyanya sambil tersenyum.
"Penarikan tunai, Pak."
"Bawa buku tabungannya, kan?"
"Bawa."
"ATMnya?" jayus aja, kan kalo yang dimaksud pak satpam ini mesin ATM.
"Ini nggak ada ATMnya."
"Kok nggak ada?"
"Soalnya ini rekening kerjasama." muka bapaknya masih sama, heran plus kaget. Bapaknya manggut-manggut, sih setelah aku bilangin gitu, tapi aku nggak yakin beliau paham.

Lalu aku menemui Mbak Teller (jangan dibaca mbak teler) setelah nomor urutku dipanggil. Tanpa ba-bi-bur, aku serahkan formulir dan buku tabunganku. Dan pertunjukan dimulai.


"ATMnya?"
"Nggak ada."
"Nggak ada atau belum buat?"
"Nggak bisa buat."
"Mau dibuatin sekarang aja?" nah kayaknya mbaknya nggak paham HELLO GUE LAGI BERWISATA DAN SEKARANG TIBA-TIBA DITAWARIN BUAT BIKIN ATM DAN GUA GABAWA DOKUMEN APA-APA YANG BARANGKALI DIBUTUHKAN AKU NGGAK SIAP MBAK PLIS PAHAMIN AKU DONG AKU TUH NGGAK BISA DIGINIIN!
Sayangnya yang barusan dalem ati doang.
"Nggak, deh. Lagi buru-buru."
"Tunggu ya saya tanyakan dulu." Aish nunggu lama, kan. Setelah nunggu ...
"Maaf, Dek. Nggak bisa ngambil kalo nggak pake ATM." gak terima, nih. Aku nyangkal.
"Tapi saya pernah ngambil kok dan nggak make ATM."
"Oh, ya? Di mana?" naga-naganya mbaknya mulai kesel.
"Di Malang."
"Oh kalo di bank pembukanya mungkin bisa ..."
"Saya nggak buka rekening di Malang." akunya mulai kurang ajar juga nada bicaranya.
"Terus di mana?" 
"Serpong."
"Pas kamu ngambil uang, nggak ditanya-tanyain apa gitu?"
"Nggak. Langsung dikasih aja." makanya aku heran sama kamu, Mbak.
"Masalahnya di kartu identitas kamu nggak ada tanda tangan kamunya. Kan kalo di formulir ada, tapi di kartu (pelajar) ini nggak ada. Minimal kalo kamu mau ambil uang, ada kartu identitasa yang make tanda tanganmu. Itu bisa ngebuktiin kalo yang mau ngambil uang itu emang beneran kamu ..." ini mbak-mbaknya abis nonton pelem hantu apa gimana? Ngira 'diriku bukanlah aku'? MBAK PLIS LU LIAT DONG ITU FOTO DI KATEPE GUE SAMA WAJAH GUE, BANDINGIN MBAK BANDINGIN JELAS-JELAS ITU MUKA GUE BUKAN MUKA NYARI DI GUGEL. GUE TAU MBAK MUKA GUE GAENAK DILIAT TAPI BANDINGIN BENTAR DAH. LU GAK PERCAYA BANGET SIH. GUE HARUS NGAPAIN MBAK BIAR LU BISA PERCAYA?!
Tapi yang ada aku hanya diam.
"Maaf, Dek. Jadi nggak bisa ngambil uang ..." ampun, mana aku lagi butuh banget. Mbak-mbaknya gitu banget, hiks. Ini bener2 bikin badmood. T_T

Setelah makan siang, kita sholat dhuhur di Masjid Istiqlal. Sebenernya udah males banget apalagi udah badmood gara2 insiden mbak teller tadi. Tapi yaudah dilakoni aja tanpa riang gembira. Masuk masjid, nitipin sepatu, wudhu, minjem mukenah.
"Ada kartu identitas?" aku mendadak parno, plis Bu jangan bikin suasana hati saya makin buruk.
"Atau nomor penitipan sepatu." Ibunya meralat. Sip!
Sholat dhuhur, balikin mukenah, ke tempat mukenah, nemu tulisan.
YANG JAGA LAGI SHOLAT. MOHON DITUNGGU SEBENTAR.
Oke, nunggu.
5 menit.
10 menit.
"Lagi ngapain, Dek?" bapak2 lewat, sekalian nanya.
"Ini, Pak mau balikin mukenah tapi petugasnya nggak ada." Beliau manggut2.
15 menit.
20 menit.
Bapak2 lain dateng. Nanya juga. Jawabanku sama.
25 menit. Masjid tambah ribut. Nomor peminjaman aku getok2in di meja keras2. TOK. TAK DAK BELETAK DRAK DAK DUK DUK DUK.
30 menit. Bapak2 ke-5 dateng. Bayangkan ini sudah 5 bapak2 saudara2 yang nyamperin saya.
Ibuuu kalo sholat jangan2 khusyuk-khusyuk hiks :'( :'( :'(
Gapapa sih aku nunggu lama masalahnya akau ditunggu temen yang lain!
35 menit.
BAK BAK BAK DRAK DUK DUK DAK BLETAK DAK DAK,
AMPUNI HAMBA YA TUHAN :'(
40 menit. Aku masih berdiri masih menuggu.
"Itu petugasnya ngapain kok gak dateng-dateng." kata salah satu bapak pengurus masjid yang nggak tega liat aku berdiri di sini 40 abad lamanya.
JENG JENG.
Ibunya dateng. Buka ruangan. Nyalain lampu. Ngasih nomor sepatuku. Balikin mukenah. Bilang makasih. Pergi.
Tidak ada dendam diantara kami, senangnyaa~
......
PENGEN MELEDAK RASANYA ARGHHH!!!
Yah, itu aja. Semoga membuatku semakin sabar.

2 comments:

About Me

PeketoWritan

Peketo hanyalah nama julukan yang diberikan teman-teman penulis sejak kecil dan akhirnya ia gunakan sebagai nama pena. Kelahiran Malang dan tidak betah panas. Sangat menyukai lemon dan warna kuning. Suka menggambar, membaca novel dan buku pengetahuan umum, serta menulis cerita. Rutinitasnya membaca Webtoon tiap jam sepuluh malam.




Recent Posts

recentposts

Random Posts

randomposts