Friday, January 5, 2024

Catatan Skoliosis: Bukan Jompo Biasa (Part 1)

  Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh :)

:)

:) :)

:) :) :D


Padahal udah ada catatan khusus endometriosis, ternyata series catatan ini nambah sekuel, kali ini penulis akan cerita tentang skoliosis.


Skoliosis? Kok tiba-tiba?


"Ini ketauan skoliosisnya nggak sengaja apa gimana, Mbak?" tanya dokter subspesialis waktu itu. Tapi cerita tentang itu nanti dulu. Mari kita mulai dari awal mula penulis mengenal skoliosis.


Awalnya, selama beberapa hari penulis merasakan sakit di bagian dada dan punggung. Kalau yang punggung biasanya penulis tidak terlalu ambil pusing karena mikir emang pada dasarnya penulis jompo aja, kurang olahraga. Apalagi sehari-hari di kantor kalo kerja emang duduk seharian. Nah kalau rasa sakit di dada ini lumayan mengganggu, sudah berhari-hari pula. Kalau memang penyebabnya karena infeksi saluran pernafasan, kok nggak ada batuk atau flu sama sekali? Masa COVID lagi? Penulis mengira-ira, apa mungkin GERD ya? Apa asam lambung penulis udah naik tingkat jadi GERD makanya rasa sakitnya menjalar sampe dada? Atau karena polusi? Konon polusi di Jakarta saat penulis menceritakan ini emang lagi gila-gilaan, nggak tau kalau di masa kalian yang lagi baca ini sekarang. 


Kalau dideskrpsikan, rasa sakit di dada itu sakitnya kayak deg-degan. Kalau deg-degannya terlalu kenceng kan dadanya jadi kerasa sakit, tuh. Nah rasa sakitnya kayak gitu, tapi penulis nggak lagi deg-degan. Jantungnya berdetak kayak biasa aja, tapi di dada rasanya sakit banget. Wah apalagi kalo lagi deg-degan, buat ngomong aja ngos-ngosan rasanya. Selain itu, rasa sakit itu datengnya nggak bisa diprediksi, nggak sekedar setelah penulis beraktivitas misalnya. Bahkan ketika penulis cuma duduk diam atau rebahan aja udah kerasa sakit, bangun tidur pun kerasa nyeri. 


Lalu pada suatu hari, ketika lagi ngaca, penulis menemukan keanehan di pantulan kaca itu.


"Lah, kok ini agak nyerong gini badannya?"


Kalau kalian perhatikan di keyboard, di bawah tombol backspace itu kan ada tanda garis tegak lurus dan garis miring, nah bentuk badan penulis pas ngaca itu gitu. Bagian torso atas tegak, tapi bagian dari bawah dada sampe pinggang agar miring sedikit, nggak semiring garis miring itu tentunya (kalo segitu mah harusnya udah nyadar dari dulu-dulu).


Penulis kepikiran juga, dulu pas tahun 2020, penulis pernah rontgen dada untuk keperluan pelatihan dasar (latsar). Pas nerima hasilnya, berbeda dengan punya teman-teman penulis yang lurus-lurus aja dan nggak ada catatan khusus, punya penulis ada tulisan skoliosisnya. Skoliosis thoracalis kalau nggak salah. Bentuk tulangnya agak meliuk sedikit, seperti ada belokan berbentuk huruf c kecil. Padahal rontgen itu niatnya dilakukan untuk mengetahui jika peserta latsar ada yang menderita TBC.


"Lah ......?"


Tapi karena waktu itu rontgen-nya untuk keperluan administratif, penulis tidak sempat minta penjelasan lebih lanjut kepada dokter. Berkasnya juga keburu dikumpulkan dan latsar dilaksanakan. Mana pas latsar itu penulis guling-guling di paving wah sakit banget rasanya. Mending gelinding di tanah lapangan berumput daripada di pavingan yang keras itu.


Merasa ada yang tidak beres, berawal dari pertimbangan-pertimbangan yang penulis sebutkan di atas, akhirnya penulis memutuskan untuk pergi ke dokter. Di dokter itu penulis ceritakanlah segala macem hal yang penulis rasakan selama ini #curhat.


Lalu setelah diperiksa pake stetoskop, penulis diminta untuk duduk kemudian bagian punggungnya diraba. Karena penulis kurus tulangnya jadi berasa kali ya kalo diraba gitu.


"Wah iya, miring ini, Mbak." kata dokter, "ini harusnya tumbuh lurus gini kan, nah punya Mbak malah ke arah sini." lanjutnya sambil nunjuk di punggung penulis.


"Mbak mau dirujuk ke ortopedi atau saya kasih obat pereda nyeri?" Penulis milih buat dirujuk ke ortopedi aja, biar sekalian jelas ketauan apa penyebabnya dan gimana bentuk tulang penulis sekarang.


Karena dokter tidak memberi diagnosa lebih lanjut terkait rasa sakit di dada penulis, akhirnya penulis yang tanya, "kalau rasa sakit yang di dada gimana, Dok?"


"Bisa jadi ada hubungannya sama punggung Mbak yang miring." Waktu itu penulis heran juga, yang miring kan punggung, apa hubungannya sama rasa sakit di dada? Tapi nanti semuanya terjawab setelah penulis ke spesialis ortopedi.


Lalu setelah mendapat rujukan ke rumah sakit swasta, setelah sesi curhat part 2 dengan dokter spesialis dan menyampaikan diagnosa dugaan skoliosis, penulis langsung diminta untuk melakukan rontgen. Sesi kontrol pertama rontgen saja, sesi kontrol selanjutnya mengambil hasil rontgen dan mendengar sambutan tindak lanjut dari dokter spesialisnya. Jaraknya seminggu pula, selama nunggu itu sambil ditahan-tahan aja rasa sakit di dadanya.


Sebelum masuk ke ruangan dokter untuk kontrol kedua, penulis melihat hasil rontgen-nya yang sudah penulis ambil.


Wah..... gila.


Yang selama ini penulis liat di buku-buku dulu pas masih sekolah, sekarang malah kejadian di badan penulis sendiri. Tulang punggung yang harusnya lurus malah membentuk huruf S. Shock mah enggak, shock banget iya.

Hasil rontgen pertama yang mengonfirmasi bahwa semua ini memang karena skoliosis


"Udah liat hasilnya, Mbak?" Tanya dokter spesialis waktu itu.


"Udah, Dok."


"Yang miring di bawah, ya....." Dokter memperhatikan hasil rontgen itu beberapa saat, kemudian menarik kertas dan pulpen, "saya teruskan rujukannya ke rumah sakit yang lebih besar, ya, Mbak."


Loh, loh... ini nggak langsung ditindak di sini? Malah lanjut rujukan part 2?


"Nanti biar dokter di sana yang memutuskan, di sana ada dokter subspesialis tulang belakang." Jelasnya sambil terus menulis. "Ini hasilnya kan skoliosis, Mbak, nah tapi untuk tindakannya itu berbeda-beda, tergantung berapa derajat skoliosisnya. Nanti akan dihitung berapa derajatnya di sana sama dokternya, dan bagaimana penyembuhannya."


Penulis manggut-manggut aja, kirain dokter bisa langsung tau berapa derajat skoliosisnya dengan sekali lihat, atau udah ada tulisan berapa derajatnya di hasil rontgen itu, ternyata tidak seperti itu cara mainnya kakak. Terus ternyata di atas dokter spesialis masih ada dokter subspesialis. Tapi ada yang masih membuat penulis penasaran.


"Dok, kemarin saya di rujukan faskes pertama keluhannya sakit di dada juga, tapi dokternya bilang itu bisa jadi pengaruh skoliosisnya."


Kemudian dokter menjelaskan secara singkat, bahwa miringnya tulang ini bisa mempengaruhi posisi organ-organ di dalamnya, jadi nggak pas, dan akhirnya terasa sakit. Walaupun tulang saya yang miring di bagian bawah—dari dada sampai pinggang, padahal yang cenderung terasa sakit di bagian dada ke atas.


Akhirnya hari itu penulis pulang dengan tangan nggak kosong sih, soalnya bawa hasil rontgen.


Kalau rame lanjut part 2.



No comments:

Post a Comment

About Me

PeketoWritan

Peketo hanyalah nama julukan yang diberikan teman-teman penulis sejak kecil dan akhirnya ia gunakan sebagai nama pena. Kelahiran Malang dan tidak betah panas. Sangat menyukai lemon dan warna kuning. Suka menggambar, membaca novel dan buku pengetahuan umum, serta menulis cerita. Rutinitasnya membaca Webtoon tiap jam sepuluh malam.




Recent Posts

recentposts

Random Posts

randomposts