Friday, January 25, 2019

Resensi Buku: Dan Hujan Pun Berhenti...

Judul buku: Dan Hujan Pun Berhenti...
Penulis: Farida Susanty
Penerbit: PT Gramedia Widiasarana Indonesia
Cetakan Keempat, Agustus 2017
322 halaman; 13 x 19 cm

Blurb

"Kamu mau bunuh diri?"
"Ya, asal tidak hujan."

Kamu mungkin tidak akan mengerti Leo yang tidak percaya pada siapa pun di dunia ini.
Tapi mungkin Spiza, gadis yang mencoba bunuh diri di sekolahnya, bisa.

-----------------------

Novel ini memang novel lama, yang hitsnya di tahun 2000-an. Saya sudah familiar dengan novel ini sejak masih SMA. Entah kenapa tiap saya masuk perpustakaan sekolah dan mampir di rak-rak novel, novel ini selalu memancing perhatian saya namun saya urung membacanya. Saya dulu emang males sih baca novel pinjeman perpus, lebih suka beli sendiri (iya boros banget). Terus novel ini direkomendasiin dong sama sumber racun saya yang terpercaya tidak lain dan tidak bukan si @saturnesss. Katanya baca novel ini sama Forever Monday rasanya bikin pengen ngelempar, ngebanting, segala macem emosi campur aduk.

Dan kenyataannya, itulah yang benar-benar terjadi ketika saya membaca novel ini.

Bercerita tentang Leostrada atau yang lebih sering dipanggil Leo (nama lengkapnya asli panjang banget saya nggak hafal), laki-laki SMA yang memiliki masa lalu yang kelam. Membuatnya tumbuh menjadi pribadi yang suka memberontak dan tidak penurut. Image preman sekolah sudah melekat padanya. Leo membentuk 'gang' bersama orang-orang yang ia manfaatkan dengan titel 'teman'. Karena pada kenyataannya, meskipun mereka begitu loyal pada Leo, ia sama sekali tidak menganggap pertemanan mereka hal yang berarti. Baginya, ikatan kebaikan dengan orang lain itu tidak ada.

Keluarga Leo adalah keluarga yang kaya raya namun tidak bahagia. Satu-satunya kebahagiaan yang Leo temukan selama ia hidup adalah Iris. Namun satu-satunya kebahagiaan itu telah meninggal dalam sebuah kecelakaan─sebuah kematian yang tak bisa direlakan Leo dan ibu Iris. Ia begitu terpukul dan dengan kondisi keluarganya yang kacau, ia memutuskan untuk kabur dari rumah.

Pertemuannya dengan Spizaetus Caerina membawa perubahan yang besar dalam diri Leo. Gadis itu, Spiza, bertemu dengannya di bawah pohon saat ia menggantungkan teru teru bozu (boneka penangkal hujan). Saat Leo menanyakan alasan mengapa Spiza menggantung boneka tersebut, ia bilang bahwa ia akan bunuh diri, asalkan tidak hujan. (Ini misterius abis dan langsung bikin penasaran).

Baca juga "10 Lagu untuk Didengar Saat Depresi dan Memberimu Kekuatan"

Selanjutnya pada hari yang tidak cerah, sesuai rencana, Spiza bunuh diri di kamar mandi sekolah dengan menyilet tangannya, kemudian menyalakan kran air dan menimbulkan genangan di kamar mandi. Leo memergokinya dan tidak berusaha menyelamatkannya namun pada akhirnya Spiza gagal mati hari itu. Sejak pertemuan tersebut, mereka digiring pada pertemuan-pertemuan selanjutnya yang membuat mereka lebih dekat.

Selanjutnya adalah kejutan-kejutan yang jika saya tulis di sini, saya sama seperti membuka kotak pandora yang artinya kejutan-kejutan lainnya akan terbongkar juga. Jadi saya tulis segini aja sinopsisnya.

Saya mau bilang yang paling nggak saya sukai dari novel ini adalah LEOSTRADA DAN CAPSLOCK. Jadi ngegas, kan.

Tapi serius. Novel ini 50% (atau lebih ya?) isinya huruf balok semua. Nggak tau ya apa ini emang style novel jaman dulu, soalnya kalau jaman sekarang pasti udah dikritik abis-abisan sama Ivan Lannin dan para editor penerbit. Ini bikin saya ngegas dari awal sampe akhir. Cek deh review orang-orang yang udah baca novel ini, pasti kasih komentar yang pertama adalah capslock abuser. Saya juga sebenarnya cukup heran bagaimana novel ini bisa menang Khatulistiwa Literary Award 2007. Dan ternyata si huruf balok ini turut andil dalam menaikkan emosi pembaca. Nggak cuma kata-kata kasar yang disuguhkan, tapi juga harus ditulis menggunakan capslock agar bacanya lebih penuh penghayatan. Yah, kayak umpatan netizen twitterlah (ups).

Terus kenapa saya nggak suka Leo? Soalnya LEO ITU MENDING MATI AJA UDAH JADI MANUSIA NGESELIN BANGET YA ALLAH PENGEN NABOKIN JEDUKIN PALANYA KE TEMBOK SUMPAH YA :((((((( ada gitu manusia yang sifatnya meledak-ledak kayak Leo. Spiza dan Iris yang ada di samping dia tahan banget saya akui mereka adalah dua tokoh tersabar dalam cerita ini. Dan saya menemukan bahwa untuk menangani bocah yang sifatnya kayak Leo ini, kuncinya satu: SABAR DAN TELATEN!

Ini postingan banyak banget huruf baloknya, ya hahahahaha masih kebawa efek dari novelnya nih. (ï½° ï½°;)

Baca juga "Me Over The Social Media"

Tapi novel ini emang punya sesuatu yang lain yang membuatnya layak menang (kalo menurut saya sih) penghargaan tadi. Karena bener-bener mampu membawa emosi pembaca. Dan saya pernah denger kalau novel ini mau dibuat filmnya tapi saya harap itu nggak terjadi. Saya bener-bener nggak rela kalau novel ini difilmin. Soalnya saya udah sering dikecewain film yang diangkat dari novel gitu, kalau aktor Indonesia yang main, saya masih ngerasa kurang percaya hasilnya bakal bagus. Masalahnya menurut saya aktor Indonesia yang mainnya bagus itu cuma sedikit :") dan saya nggak mau nanti kalau ceritanya harus berubah gara-gara dipotong atau hal lainnya. Biarlah novel ini murni seperti ini.

Kalau saya harus deskripsikan novel ini dengan satu kata, kata yang saya gunakan adalah ANJIR.

Hampir dari awal sampai akhir novel saya terus ngulang kata itu. Padahal saya paling nggak suka make kata itu. Karena cerita sebenarnya emang nggak sesederhana Spiza ingin bunuh diri. Mana saya pake nangis segala lagi pas ada yang mati #ups.

Yaa intinya novel ini bercerita tentang mental illness. Tema yang cukup jarang dibahas di pertengahan 2000-an dan masih related sama jaman sekarang. Kalau kalian tipe yang nggak kuat liat tulisan yang acak-acakan, saya sarankan jangan baca novel ini. Tapi kalau kalian penasaran rasanya baca buku yang sampe pengen ngelempar, nyobek, banting dan segala macem, bolehlah buku ini jadi referensi. Saya juga belajar banyak dari novel ini cara menaikkan emosi pembaca haha. Sekian dan selamat berakhir pekan!

No comments:

Post a Comment

About Me

PeketoWritan

Peketo hanyalah nama julukan yang diberikan teman-teman penulis sejak kecil dan akhirnya ia gunakan sebagai nama pena. Kelahiran Malang dan tidak betah panas. Sangat menyukai lemon dan warna kuning. Suka menggambar, membaca novel dan buku pengetahuan umum, serta menulis cerita. Rutinitasnya membaca Webtoon tiap jam sepuluh malam.




Recent Posts

recentposts

Random Posts

randomposts